Vertical Urban Farming Sebagai Strategi Ketahanan Pangan Pada Masa Pandemi COVID 19 di Wilayah Perkotaan
Indonesia merupakan salah satu negara terdampak pandemi covid 19. Pandemi ini mengakibatkan dampak yang besar di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pangan nasional. Kondisi tersebut ditambah dengan ketidakpastian mengenai kapan berakhirnya pandemi, berpotensi mengganggu stabilitas, ketersediaan dan aksebilitas pangan. Hal tersebut dikarenakan dalam masa pandemi ini diberlakukan pembatasan sosial berskala besar yang mengakibatkan terganggunya distribusi pangan di beberapa wilayah. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap ketersedian pangan yang ada di wilayah kota. Hal tersebut diperkuat dengan data kementrian pertanian RI pada tahun 2020 bahwa, nilai pertukaran petani (NTP) pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 0,85% secara nasional. Kondisi ini menyebabkan rentannya pasokan pangan di wilayah perkotaan yang merupakan wilayah sering diberlakukannya PSBB. Adanya situasi semacam ini, wilayah kota harus memiliki strategi untuk memenuhi ketersediaan pangan secara mandiri, mengingat padatnya penduduk wilayah kota sehingga ketersediaan pangan pun harus besar. Kota memiliki ciri khas sebagai pusat kegiatan yang mana lahan pertanian hampir tidak ada. Kondisi tersebut mengharuskan kota memiliki strategi peningkatan pertanian secara mandiri dengan metode penanaman yang tidak membutuhkan lahan yang luas.
Gambar vertical urban farming
sumber gambar : https://www.agritecture.com
Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan vertical urban farming yang merupakan sistem pertanian dengan cara bertingkat dan bersusun ke atas. Tujuan sistem pertanian ini adalah mengoptimalkan lahan sempit kota. Dalam penerapannya, sistem pertanian ini banyak diterapkan di negara-negara maju yang memiliki penguasan teknologi yang tinggi. Teknologi tersebut biasanya digunakan untuk mengatur suhu dan pencahayaan pada tanaman (himatepa.2020). Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah tropis dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Semua wilayah di Indonesia terkena matahari sepanjang tahun sehingga, tidak perlu menggunakan pencahayaan buatan. Hal tersebut tentunya sangat optimal digunakan untuk menerapkan vertical urban farming di perkotaan untuk ketahanan pangan selama masa pandemi covid 19. Sistem vertical urban farming memiliki berbagai keunggulan dibandingkan sistem pertanian konvensional. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Shodiq Ahmad, 2020 yang menyatakan bahwa Vertical Urban Farming memiliki banyak keunggulan diantaranya adalah sebagai berikut.
Hemat biaya
Vertical Urban Farming dapat diterapkan di lahan sempit perkotaan sehingga tidak membutuhkan modal besar. Hal tersebut berbeda dengan pertanian konvensional yang memerlukan lahan luas sehingga juga membutuhkan modal besar untuk operasionalnya. Pada masa pandemi, pertanian mandiri dengan biaya rendah sangat dibutuhkan, mengingat pendapatan masyarakat banyak yang mengalami penurunan selama pandemi. Sehingga, pertanian dengan biaya murah di wilayah kota sangat diperlukan. Vertical Urban Farming menjadi alternatif solusi yang tepat untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat kota secara mandiri pada masa pandemi covid 19 dengan biaya yang cukup terjangkau.
Ramah Lingkungan
Vertikal Urban farming lebih ramah lingkungan karena dapat menggunakan sampah rumah tangga. Misalnya dengan memanfaatkan barang bekas seperti kaleng, pipa bekas, ember plastik yang tidak terpakai sebagai wadah (reuse) atau pot saat bercocok tanam dan disusun secara vertikal. Selain itu, sampah dapur dan sampah pekarangan juga dapat dimanfaatkan dengan diolah menjadi pupuk organik. Hal tersebut menjadi keunggulan ekologis dari vertical urban farming. Pada masa pandemi seperti sekarang vertical urban farming dapat menambah aktivitas di dalam rumah selama pembatasan sosial berskala besar sekaligus ikut andil dalam kegiatan reboisasi di lingkungan perkotaan.
Menambah Estetika
Selain sumber pangan, tanaman yang ditanam dengan metode vertical urban farming juga dapat berfungsi untuk mempercantik pekarangan rumah, rooftop gedung dan juga sebagai salah satu alternatif kegiatan refreshing misalnya, tempat yang dapat digunakan untuk ber swa foto di rumah selama masa pembatasan sosial berskala besar.
Mendukung Kemandirian Kota dalam Menjaga Stabilitas Pangan
Adanya vertical urban farming secara massif diharapkan dapat menjadikan kota mandiri pangan. Hal tersebut tentunya sangat bermanfaat di era pandemi seperti sekarang dimana, masyarakat kota dihimpitkan dengan penurunan pendapatan dan kurangnya pasokan pangan di kota akibat pembatasan sosial berskala besar. Sehingga, stabilitas pangan sangat penting untuk dioptimalkan. Salah satunya adalah dengan vertical urban farming yang dapat mendukung kemandirian pangan di wilayah kota selama masa pandemi covid 19.
Beberapa keunggulan vertical urban farming tersebut menunjukkan bahwa metode pertanian ini sangat potensial dikembangkan pada wilayah perkotaan di Indonesia. Mengingat kondisi iklim di Indonesia sangat mendukung diterapkannya metode pertanian tersebut secara massif. Secara sederhana, jika setiap rumah atau gedung di perkotaan menerapkan vertical urban farming setidaknya kebutuhan pangan masyarakat kota akan terpenuhi secara mandiri di masa pandemi covid 19 seperti saat ini. Pentingnya kemandirian pangan dikarenakan kemandirian pangan suatu wilayah dapat memberikan kontribusi ketahanan pangan nasional. Hal tersebut sesuai dengan konsep kemandirian pangan oleh Azahari, 2008 yang menyatakan bahwa kemandirian pangan merupakan kondisi suatu wilayah yang dapat mencukupi kebutuhan pangan tanpa tergantung pada wilayah lainnya. Selama ini kebutuhan pangan kota dipasok oleh desa. Sedangkan pada massa pandemi, pendistribusian pangan ke kota mengalami banyak hambatan. Penerapan vertical urban farming secara massif diharapkan dapat menjadi solusi kemandirian pangan di perkotaan sehingga dapat mendorong ketahanan pangan wilayah kota sekaligus menjadi ujung tombak ketahanan pangan nasional pada masa pandemi covid 19 seperti sekarang.
Evi Fitria Winata, S.Pd.
Penulis merupakan Alumni Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Program Studi S1 Pendidikan Geografi Angkatan 2014