Resesi Ekonomi Indonesia Tahun 2020
Indonesia merupakan negara yang memiliki populasi penduduk sekitar 268juta jiwa pada 1 Juli 2019. Masyarakat Indonesia berperan penting terhadap laju perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia merupakan salah satu perekonomian berkembang yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar di Asia setelah China dan India. Pada tahun 2012 Indonesia berhasil menggantikan India sebagai negara anggota G20 (kelompok 20 ekonomi utama) dengan laju ekonomi tercepat setelah China. Ekonomi Indonesia ditopang dari kegiatan industri dan ekspor, hal ini yang menjadikan ekonomi Indonesia sebagai salah satu The East Asia Miracle pada tahun 1990an.
Aktivitas manufaktur dinyatakan mengalami pertumbuhan secara positif jika nilai Purchasing Managers Index (PMI) berada diatas 50. Indeks PMI yang tinggi menunjukkan bahwa optimisme pelaku usaha terhadap prospek perekonomian juga tinggi. Angka indeks PMI di Indonesia pada Agustus 2020 sebesar 50,8%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di Indonesia yang merupakan penopang perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan secara positif meskipun tidak terlalu banyak. Tanggal 1 Juli 2020, Bank Dunia menetapkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah tinggi dengan pendapatan nasional bruto Indonesia tahun 2019 sebesar $ 4.050.
Di tahun 2020 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi, tercatat pada kuartal I tahun 2020 perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,97% dan kuartal II mengalami kontraksi sebesar 5,32%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2020 ini merupakan pertumbuhan ekonomi terburuk sejak krisis 1998. Hal ini diakibatkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang melumpuhkan aktivitas dan pergerakan sektor perekonomian Indonesia. Kuartal III tahun 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik bruto (PDB) mengalami penurunan yaitu minus 3,49% secara tahunan. Akan tetapi, jika dibandingkan kuartal II tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2020 mengalami peningkatan sebesar 5,05%. Meskipun begitu, perhitungan kumulatif kuartal I sampai kuartal III masih mengalami kontraksi sebesar 2,03%. Hal ini membuat perekenomian Indonesia secara resmi mengalami resesi karena dua kuartal berturut-turut ekonomi Indonesia mengalami kontraksi.
Menurut National Bureau of Economic Research (NBER) resesi adalah penurunan signifikan dari kegiatan ekonomi secara merata dalam suatu negara. Ada beberapa indikator yang menjadi tanda-tanda suatu perekenomian mengalami resesi, yaitu seperti banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan, perusahaan mengalami penurunan tingkat penjualan, dan menurunnya output ekomoni negara secara keseluruhan. Resesi ekonomi Indonesia disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Salah satu faktor internal yang menyebabkan Indonesia mengalami resesi ekonomi adalah melemahnya permintaan masyarakat yang diakibatkan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merupakan bentuk kebijakan pemerintah untuk menekan angka penyebaran virus Covid-19. PSBB membuat aktivitas produksi menurun dan melemahkan daya beli masyarakat, tidak hanya itu PSBB juga banyak menyebabkan masyarakat Indonesia kehilangan pekerjaannya. Kuartal II tahun 2020, kontribusi rumah tangga terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya mencapai 58% atau mengalami penurunan sebesar 5,51% dari kuartal II tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang hampir 60% laju perekonomian Indonesia.
Faktor eksternal yang menyebabkan ekonomi Indonesia mengalami resesi adalah menurunnya permintaan barang produksi dari negara lain (ekspor) dan juga melemahnya angka investasi. Negara yang memiliki kontribusi besar dalam kegiatan eskpor Indonesia adalah Amerika Serikat, Singapura, dan Korea Selatan. Kuartal I dan II tahun 2020 angka ekspor Indonesia hanya sebesar $ 76,41 miliar atau mengalami penurunan sebesar 5,49% dari kuartal I dan II tahun sebelumnya.
Akibat dari adanya resesi ekonomi Indonesia ini berdampak pada angka pengangguran dan angka kemiskinan yang meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka pengangguran bulan Februari 2020 berjumlah 6,88 juta atau mengalami peningkatan sebesar 60.000 orang dari tahun sebelumnya. Sedangkan angka kemiskinan menunjukkan peningkatan menjadi 9,78%, angka kemiskinan di pedesaan meningkat menjadi 12,82% dan angka kemiskinan di perkotaan naik menjadi 7,38%.
Usaha yang dilakukan pemerintah dalam menangani resesi perekonomian ini adalah dengan merealisasikan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). PEN memiliki anggaran sebesar Rp 695,2 triliun. Selain itu, pemerintah juga memberlakukan kebijakan New Normal. New Normal merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berkaitan dengan perubahan perilaku yang biasa dilakukan masyarakat dalam melakukan aktvitas. Aktivitas yang mengalami perubahan adalah masyarakat diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Solusi New Normal ini berhasil membuat sektor perekonomian Indonesia sedikit mengalami pemulihan. Hal ini bisa ditunjukkan dengan adanya perkembangan ekonomi Indonesia pada kuartal III yang mengalami perkembangan secara positif dari kuartal II. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pun memproyeksi bahwa pada kuartal IV ekonomi nasional dapat mengalami perbaikan hingga 0,6%.
Fokus utama pemerintah dalam menangani resesi ekonomi adalah dengan meningkatkan minat konsumsi masyakarat. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat adalah dengan melakukan pengeluaran untuk belanja pemerintah dalam rangka stimulus ekonomi, seperti adanya Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Prakerja, bantuan kuota pendidikan, penangguhan pembayaran pajak, dan lain-lain. Pemerintah juga menerapkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter dalam menangani resesi perekonomian nasional ini.
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah adalah dengan merealokasi anggaran untuk penanganan Covid-19, yaitu sebesar 800 triliun. Sedangkan kebijakan moneter yang diterapkan adalah dengan menurunkan suku bunga bank. Bank Indonesia sebagai pemangku kebijakan moneter meyakini bahwa penurunan suku bunga dapat membantu pemulihan ekonomi nasional. Implikasi dari adanya kebijakan tersebut membuat perbankan Indonesia harus menurunkan suku bunga kredit. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit agar mampu menggerakkan laju perkenomian Indonesia.
I’in Ni’matus Solicha, S.E.
Penulis merupakan Alumni Universitas Negeri Malang Program Studi S1 Akuntansi Angkatan 2015