Peranan Keterampilan Berargumentasi Ilmiah dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Konsep AKM
Kesuksesan proses pembelajaran dapat diukur salah satunya melalui hasil penilaian yang dilakukan pada akhir pembelajaran. Komponen penilaian juga ditekankan pada proses pembelajaran dengan diharuskan adanya rubrik penilaian pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1 lembar sesuai dengan Edaran Mendikbud No 14 tahun 2019 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019). Berdasarkan Permendikbud No. 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Aspek yang diukur pada penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah meliputi: sikap; pengetahuan, dan keterampilan. Tiga aspek ini seharusnya juga dimunculkan dalam Ujian Akhir atau yang dulu disebut dengan Ujian Nasional (UN). Akan tetapi, bentuk dari ketiga aspek tersebut kurang terlihat dalam soal-soal UN yang selama ini dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk soal yang diberikan hanya berupa pilihan ganda yang lebih banyak mengharuskan peserta didik untuk berhitung dan bukan bernalar. Hal ini menyebabkan peserta didik terfokus pada aspek pengetahuan khususnya perhitungan.
Penghapusan UN pada pertengahan 2020 merupakan salah satu langkah untuk mengevaluasi kembali proses penilaian pembelajaran di Indonesia. Penghapusan UN tidak serta merta menjadikan peserta didik tidak mengalami proses penilaian akhir, namun proses penilaian diubah menjadi Asesmen Nasional. Penjelasan tentang Asesmen Nasional tidak hanya dirancang sebagai pengganti Ujian Nasional, tapi juga sebagai penanda perubahan paradigma evaluasi pendidikan. Terdapat tiga aspek yang masuk dalam evaluasi Asesmen Nasional yang akan diterapkan pada tahun 2021 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).
Aspek yang masuk dalam kriteria penilaian Asesmen Nasional antara lain:
- Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Aspek ini dirancang untuk mengukur kemampuan dan pencapaian dari hasil belajar kognitif. Hasil belajar terebut berupa literasi dan numerasi. Dua aspek tersebut merupakan syarat minimum siswa untuk berkontribusi pada masyarakat.
- Survei Karakter. Survei karakter digunakan untuk mengukur pencapaian dari hasil belajar sosial-emosional. Hasilnya berupa pilar karakter yang menghasilkan profil pelajar Pancasila.
- Survei Lingkungan Kerja. Aspek yang terakhir terfokus pada lingkungan belajar siswa. Aspek ini mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung di lingkungan sekolah. Hasil tersebut digunakan untuk pemetaan agar tahu keadaan sebenarnya di lapangan.
Penggunaan 3 aspek tersebut diharapkan mencakup kompetensi baik dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik selama proses penilaian pembelajaran.
Keterampilan Berargumentasi Ilmiah
Penilaian pembelajaran yang berhasil tentunya juga harus didukung oleh proses kegiatan belajar yang sesuai. Kegiatan pembelajaran dan pemberian soal yang berlangsung sebisa mungkin mendukung jenis dan tipe penilaian. Peserta didik harus dibiasakan untuk mulai berpikir nalar baik pada saat kegiatan belajar maupun mengerjakan soal. Model pembelajaran yang baik akan dapat mengaktifkan pendidik dan peserta didik dalam proses perolehan pengetahuan (Abdullah, 2017; Musbhirah, Muntari, Al Idrus, 2020). Salah satu model pembelajaran yang dirasa cocok dengan AKM adalah model belajar Argument-Driven Inquiry (ADI).
Sebuah model pembelajaran baru yang disebut Argumen-Driven Inquiry (ADI) telah diperkenalkan sebagai salah satu model dalam perkuliahan laboratorium di tingkat universitas (Walker, Sampson, & Zimmerman, 2011). Model pembelajaran ADI didasarkan pada teori belajar konstruktivistik baik konstruktivistik kognitif (inquiry) maupun konstruktivistik sosial Model pembelajaran ADI mengintegrasikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat dalam argumentasi ilmiah melalui kombinasi dari semua aktivitas di kelas (Walker et al, 2011).
Model Pembelajaran Argument-Driven Inquiry (ADI) secara ringkas dapat dikatakan sebagai unit pengajaran yang terintegrasi dan mendorong siswa untuk terlibat dalam suatu urutan kegiatan (penyelidikan, argumentasi, menulis, dan peer review) yang dimaksudkan untuk membantu siswa memahami konsep-konsep penting dan praktek dalam sains (Walker and Sampson, 2013). Adanya model pembelajaran yang mendukung kegiatan berargumentasi ilmiah dalam proses pembelajaran diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik mengasah keterampilan berargumentasi ilmiah.
Peranan Keterampilan Berargumentasi Ilmiah terhadap AKM
Keterampilan berargumentasi ilmiah adalah kemampuan menjelaskan pernyataan (claim) dari suatu data disertai dengan bukti maupun sanggahan sehingga diperoleh pernyataan yang sesuai dengan fakta yang didapatkan. Argumentasi ilmiah memerlukan individu yang mampu menganalisis dan mengevaluasi data kemudian merasionalisasi penggunaannya sebagai bukti untuk klaim (Walker dan Sampson, 2013). Keterampilan berargumentasi ilmiah akan menjadi jembatan bagi ide-ide dengan bukti-bukti ilmiah yang ada. Hal ini menjadikan peserta didik dapat terbiasa menggunakan dan memanfaatkan data sebagai bukti dan memberikan penalaran yang logis untuk setiap pernyataan yang mendukung bukti tersebut. Selain itu, peserta didik dituntut juga untuk mampu menilai dan mengevaluasi argumentasi yang telah dibuat. Dengan terbiasa menggunakan pemikiran logis dan mengevaluasi argumen maka diharapkan pembelajaran berlangsung secara efektif dan peserta didik dapat menguasai konsep secara utuh. Dari perspektif ini terlihat bahwa berargumentasi dapat dilihat sebagai kegiatan individual, melalui pemikiran dan tulisan, ataupun sebagai kegiatan sosial yang terjadi dalam kelompok. Hal ini selaras dengan proses pembelajaran yang akan mendukung tujuan pelaksanaan AKM sebagai penilaian hasil belajar yang akan diterapkan di tahun 2021.
Ayu Endarti Kusumaningtyas, M.Pd.
Penulis merupakan Alumni Pascasarjana Universitas Negeri Malang Program Studi S2 Pendidikan Kimia Angkatan 2017